TANAH AIR INDONESIA as Indonesian Blogger - http://indonesia.go.id
SELAMAT DATANG DI BLOG FORUM KOMUNITAS TEATER SRENGENGE - SMK NEGERI 1 PASURUAN

Sabtu, 04 Desember 2010

Teater Untuk Siapa ?


Teater Kecil TIM -- Betulkah ‘penonton’ sudah menjadi barang langka bagi dunia pertunjukan macam teater? Pertanyaan itulah yang hendak dijawab para seniman teater saat menghadiri ‘Sarasehan Teater Jakarta yang digelar Dewan Kesenian Jakarta’, Senin, 29 Desember di Teater kecil Taman Ismail Marzuki, TIM.

Pengurus Teater Koma, Ratna Riantiarno, aktor senior Dorman Borisman hanya beberapa nama dari sekitar 30 seniman teater se-Jakarta yang ikut hadir dalam sarasehan itu. Seakan hendak mengupas permasalah teater secara utuh, acara itu juga mengundang sejumlah seniman teater daerah, kalangan pers hingga pengelola gedung pertunjukan seperti Marusya Nainggolan (Direktur Gedung Kesenian Jakarta) dan Anto Suhartono (Pengurus PKJ-Taman Ismail Marzuki).

Menurut Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta, Arswendi Nasution mereka semua diundang agar bisa memberi perspektif yang utuh mengenai permasalahan yang dihadapi dunia teater dewasa ini.

‘Pertanyaan yang selama ini menggantung adalah, apakah penonton yang meninggalkan teater, atau teater yang meninggalkan penonton’, kata Wendi.

Faktanya, minat masyarakat terhadap seni teater tak terlalu berkembang. Menurut pengurus Teater Koma, Ratna Riantiarno, rendahnya apresiasi dan minat masyarakat terhadap seni pertunjukan ini terlihat dari sepinya penonton dalam setiap pementasan.

‘Jangankan disuruh bayar, atau diskon hingga setengah harga tiket. Kita undang secara gratis saja banyak yang tidak datang’, ujarnya.

Miskin Kreatifitas

‘Saat ini, nyaris tak ada lagi seniman teater hebat macam Asrul Sani’, ujar Yudhi Sunarto, anggota Komite Teater DKJ.

‘Ia melahirkan naskah dari ribuan buku yang ia baca sebagai referensinya. Sekarang adakah diantara kita yang melakukan upaya serupa ?’, tanyanya kepada puluhan seniman yang hadir. Yang ditanya bergeming.

Yudhi menambahkan, selain pengalaman, buku-buku seharusnya menjadi referensi yang sangat baik untuk menghindari miskinnya ide dan kreasi dalam berteater. Itu juga sekaligus menjadi indikator kualitas karya yang dihasilkan oleh para seniman.

Sementara itu Arswendi berpendapat, minimnya apresiasi terhadap seni teater diduga lantaran cenderung kurang bisa menyerap atmosfer, kondisi dari lingkungan sekitarnya, masyarakat.

‘Rendra pernah membawa teater sangat dekat dengan publik dengan tema-tema yang sangat dekat dengan masyarakat.’ Ujarnya.

Wendi bertutur, ide Rendra mengangkat tema-tema krisis sosial dan represi semasa orde baru menggugah minat masyarakat untuk terlibat dalam teater. ‘Karena itu seni teater sempat mendapat tempat pada masa itu’, katanya mengenang.

Peran Dewan Kesenian Jakarta

Dalam situasi seperti ini, peran Dewan Kesenian Jakarta semestinya bisa lebih terasa dengan menjembatani jurang masalah tadi. Arswendi Nasution, Ketua Komite Teater mengatakan akan selalu berupaya memberi rangsangan terhadap pertumbuhan teater.

‘Festival Teater Jakarta (FTJ) salah satu upaya itu’, kata Wendi. Kedepan, katanya, FTJ akan terus meningkatkan mutu dan kualitas pertunjukannya sehingga bisa lebih berkembang dan diterima masyarakat luas. (Dimas Fuady/Eva Tobing - DKJ)

PROGRAM DESEMBER 2010 DEWAN KESENIAN JAKARTA

"Mencairnya Batas-Batas, Mengelola Keberagaman"

5-31 Desember 2010

Merayakan akhir tahun, Dewan Kesenian Jakarta menggelar program kesenian dari berbagai bidang kesenian, mulai dari musik, sastra, film, teater, hingga seni rupa dan tari.

“Mencairnya Batas-batas, Mengelola Keberagaman” dipilih sebagai tema utama yang melandasi pemikiran bahwa bangsa Indonesia yang multikultur harus menjadi keinsafan bersama dalam proses merawat republik. Sebuah frasa yang dianggap dapat menjelaskan fenomena kebangsaan Indonesia yang majemuk dan tentunya Jakarta sebagai poros terjadinya akulturasi itu.

Adapun “mencairnya batas-batas” bisa dipahami sebagai tak terbatasnya kemungkinan ekspresi kesenian. Ia bisa menjadi tak berhingga di satu sisi, tetapi juga membuka kemungkinan kolaborasi satu kesenian dengan kesenian lainnya di sisi lainnya. Karena itu, kondisi ini juga menyaratkan daya citpa yang terus menerus hidup dan terjamin kehidupannya.

Sebuah kota yang multikultur seperti Jakarta sudah selayaknya menyediakan lingkungan yang sehat untuk pertumbuhan daya cipta seperti ini.



TEATER

1. Festival Teater Jakarta 2010
Ini adalah festival teater tertua di Indonesia. Usianya kini kini memasuki tahun ke-38. Festival ini bisa disebut sebagai semacam laboratorium yang memungkinkan para pekerja teater Jakarta menggagas dan mengamalkan berbagai kemungkinan penciptaan teater. Seraya membandingkan diri dengan pertumpuhan teater di luar Jakarta, festival ini menjadi tolok ukur naik-turunnya prestasi kelompok-kelompok teater di Jakarta. Terutama dalam menanggapi berbagai perkembangan terbaru khazanah perteateran di Indonesia. Pementasan diikuti oleh puluhan kelompok teater, ratusan aktor dan aktris, serta ribuan kru yang akan berkompetisi memperebutkan berbagai gelar.

16 – 26 Desember 2010
Teater Ketjil | Taman Ismail Marzuki
Graha Bhakti Budaya | Taman Ismail Marzuki
Teater Luwes | Institut Kesenian Jakarta


SENI MUSIK

2. Shop in Chopin
Konsep festival musik ini, sesuai dengan namanya Shop in Chopin, menawarkan berbagai kemungkinan pendekatan atas Frederic François Chopin (pemusik asal Polandia yang menjadi terkenal di Prancis dengan repertoar khas piano).

Selayaknya pasar serba-ada yang menawarkan berbagai olahan atas bahan makanan, maka di dalam festival Shop in Chopin publik dapat memilih apa yang menjadi pilihannya, mulai dari konser musik klasik dari para “grand dame” musik klasik Indonesia, lecture concert dari seorang guru musik Indonesia, sampai acara pemutaran film yang diprogram oleh Kineforum.

A. Tiga Pianis Besar Indonesia
Kamis, 9 Desember 2010 | 19.30 WIB
Usmar Ismail Hall
Jl. HR Rasuna Said Kav. C 22 | Jakarta Selatan

Menampilkan :
• Iravati M. Sudiarso
• Pudjiwati Insia M. Effendi
• DR. Kuei Pin Yeo

Pre-Concert Lecture:
Oleh Slamet Abdul Sjukur
Tema: “Tahun Chopin”
16.30-17.30 WIB

B. “Young Artists Concert” Chamber Music
Minggu, 12 Desember 2010 | 19.30 WIB
Teater Studio | Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya No. 73 | Jakarta Pusat

Pre-Concert Lecture:
Oleh Suka Hardjana
Tema: “Chopin dalam Musik Kamar”
16.30-17.30 WIB

C. Shadow Puppets*
Memainkan karya-karya Chopin dalam musik Jazz
Gedung Kesenian Jakarta
Jl. Gedung Kesenian No. 1, Pasar Baru | Jakarta Pusat
Senin, 13 Desember 2010 | 19.30 – 21.30 WIB

Pre-Concert Lecture:
Oleh Jaya Suprana
Tema: “Chopin dalam Jazz”
16.30 – 17.30 WIB

3. Organologi 2 (pembuat Kecapi, Sasando, Rebi)
11 – 15 Desember 2010
Gedung Kesenian Jakarta | Jakarta Pusat

4. Organologi 3 (alat musik Brass)
28 -30 Desember 2010
Galeri Cipta III | Taman Ismail Marzuki

Organologi merupakan rangkaian program yang dikonsep Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta. Salah satu tujuannya untuk memperkenalkan kepada khalayak beberapa alat musik tradisional yang relatif langka, tapi masih sering digunakan oleh masyarakat tertentu. Tujuan lainnya untuk melestarikan kekayaan kultural yang kita miliki.


SENI SASTRA

5. Panggung Sastra Komunitas
Rabu , 15 Desember 2010
Teater Kecil | Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya No. 73, Menteng | Jakarta Pusat

Kegiatan ini berangkat dari pemikiran bahwa komunitas adalah basis pertumbuhan sastra di Indonesia, khususnya di Jakarta dan sekitarnya. Karena itu panggung ini bertujuan untuk memberi ruang berekspresi, sekaligus melihat peta potensi dan kekuatan komunitas sastra yang ada. Juga mendorong komunitas-komunitas tersebut untuk terus berbuat bagi peningkatan apresiasi dan kreativitas anggota mereka. Selain itu, juga untuk melihat peta kekuatan karya para anggota komunitas, baik dalam penulisan cerpen maupun puisi.

A. Diskusi
Sesi I: Komunitas sebagai basis pertumbuhan sastra
Waktu : 09.00—12.00 WIB
Tempat : Lobby Teater Studio | TIM
Pembicara : Asma Nadia, Gola Gong
Moderator : Rosida Erowati

Sesi II: Komunitas, Karya, dan Media Publikasi
Waktu : 13.00—16.00 WIB
Tempat : Selasar Teater Studio | TIM
Pembicara : Mikael Johani, Ibnu Wahyudi, Jamal D. Rahman
Moderator : Iwan Gunadi

B. Pentas Sastra
Pembacaan cerpen dan puisi | Musikalisasi puisi
Waktu : 19.30 WIB - selesai
Tempat : Teater Kecil | TIM

C. Bazaar Komunitas Sastra
Waktu : 10.00 – 22.00 WIB
Tempat : Selasar Teater Kecil | TIM

D. Penerbitan Buku Antologi Cerpen dan Puisi
Peluncuran buku : 19.00 WIB
Tempat : Teater Kecil |TIM

6. Bincang Tokoh Afrizal Malna
Galeri Cipta II | Taman Ismail Marzuki
17 Desember 2010, 15.00—17.00 WIB

Ini kali ketiga Dewan Kesenian Jakarta menggelar Bincang Tokoh. Sebelumnya program ini menampilkan Remy Silado dan Abdullah Harahap. Dipandu oleh seorang host acara ini bertujuan mendekatkan sastrawan-sastrawan terkemuka dan masih aktif, yang telah menghasilkan karya penting, dengan khalayaknya. Di samping perbincangan yang hangat dan mengasyikkan di antara dua penampil Bincang Tokoh juga menyediakan kesempatan khalayak untuk terlibat dalam perbincangan.


SENI TARI

7. Forum Ballet dan Modern Dance Indonesia
Di mana?
13 - 14 Desember

Forum ini merupakan ajang pertemuan komunitas balet di Indonesia. Di sini akan bisa dilihat potret dan perkembangan balet di Indonesia serta bagaimana prospek perjalanannya ke depan. Enam kelompok yang diundang mewakili enam wilayah di Indonesia. Akan tampil juga seorang pengamat untuk membaca potret tersebut dan mendiskusikannya dengan khalayak.

8. Forum Koreografi Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta
21-22 Desember 2010

Enam nama yang tampil dalam forum ini merupakan gabungan antara yang baru dan yang sudah ada sebelumnya. Yang baru adalah mereka yang dipandang memiliki potensi dan keinginan yang kuat untuk memasuki dunia koreografi profesional. Sedangkan yang lainnya adalah para koreografer yang memiliki potensi dan karakter yang kuat, tetapi jarang mendapat kesempatan berkarya dan menunjukkannya kepada publik. Pada FKJ kali ini enam koreografer yang diundang berasal dari dua latar belakang kesenian yaitu balet dan tradisi Indonesia.


SENI RUPA

9. Street Art Show "Breaking the Wall"
Halaman Teater Jakarta (Grand Theatre) – Taman Ismail Marzuki
8 – 18 Desember 2010

Inilah program pemanasan Jakarta Biennale 2011. Menampilkan ekspresi terbaru street art, selain mural dan graffiti, dengan medium seperti sampah daur ulang, ilusi tiga dimensi, balon, dan sebagainya. Konsep street art show sebagai bentuk kampanye bahwa mural seni jalanan bukan vandalisme, bukan pula semangat perlawanan terhadap batas-batas seni tinggi dan seni rendah, atau ekspresi yang liar dan destruktif. Pameran ini secara etis berpihak pada khalayak yang lebih luas, ketika seni rupa dirayakan secara egaliter dan merujuk pada kebudayaan kontemporer.

Peserta :
Komunitas X Serut | Judul karya : Building illusion
Popo & Kampung Segart | Judul karya : Fun
Amel n Friends | Judul karya : Bam! Bam! Go!
Komunitas Lintas Melawai | Judul karya : In Maridjan We Trust
Komunitas Atap Alis | Judul karya : Koma

Kurator : Bambang Widjanarko

10. Pameran Seni untuk Anak: Buku Ilustrasi Anak
CCF | Jakarta
10-16 Desember 2010
Pembukaan : Kamis, 10 Desember 2010 | 19:30 WIB

Dasar pemikirannya sederhana: buku bacaan anak bermutu di Indonesia tidaklah banyak. Karena itu, adalah menjadi salah satu tugas Dewan Kesenian Jakarta membuka pemikiran dan model aksi peningkatan mutu dan jumlah bacaan anak.

Model aksi yang kali ini ingin ditawarkan oleh DKJ adalah mengajak penulis dan perupa terkemuka Indonesia untuk bekerjasama atau berkolaborasi memikirkan kondisi bacaan anak serta mencoba merealisasikannya sebagai sebuah buku karya bersama untuk anak-anak. Karenanya, kami memberi sebutan bagi aksi ini: “dari Seni untuk Anak: Buku Ilustrasi Anak”.

Ada lima pasangan perupa dan penulis yang bersedia terlibat dalam tahap pertama dari proyek ini:

• Hanafi dan Nukila Amal
• Yayak Yatmaka dan Linda Christanty
• Wara Anindya dan Ayu Utami
• Ade Darmawan dan Daniela Pratono
• A.S. Kurnia dan Warih Wisatsana

Setiap pasangan bertemu untuk berdiskusi mengenai tema, format, cara kerja untuk merealisasikan buku anak yang mereka anggap ideal. Proses selama satu bulan ini kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk pameran.

Acara terselenggara berkat kerjasama: Dewan Kesenian Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, serta dukungan dari CCF Jakarta


LINTAS SENI

11. Festival Seni Tradisi

A. Pentas Betawi
Pelataran Parkir Pusat Kesenian Jakarta | Taman Ismail Marzuki
6 Desember 2010

Pentas ini menampilkan berbagai seni tradisi Betawi yang masih bertahan hingga saat ini. Dalam pentas ini pula akan terlihat betapa kayanya unsur-unsur kebudayaan yang ikut membentuk seni tradisi Betawi. Penampilnya, antara lain:

a. Ondel-ondel dan Tanjidor
b. Gambang Kromong Modern
c. Gambang Rancak
d. Cokek
e. Rebana Biang
f. Blenggo
g. Lenong Betawi
h. Buka Palang Pintu
i. Musik Samrah
j. Marawis
k. Topeng Betawi

B. Pentas Seni Tradisi Indonesia
Pelataran Parkir PKJ TIM
7 Desember 2010

Adalah rangkaian pertunjukkan seni tradisi di Indonesia, terutama yang langka dan hampir punah, serta jarang sekali dipentaskan hari ini, antara lain:

a. Gandrung Banyuwangi (Supinah/Subari/Darti dari Jawa Timur).
b. Ho Ho Faluaya (Nias, Sumatera Utara).
c. Watu Blavi (Florest)
d. Alau Ambek (Pariaman, Sumatera Barat).
e. Lengger (Banyumas, Jawa Tengah).
f. Kecapi Suling (Cianjur)
g. Berokan (Indramayu)

C. Maestro! Maestro! 3
Teater Luwes | Institut Kesenian Jakarta
5 Desember 2010

Merupakan program berseri sejak Oktober (Maestro 1) Desember (Maestro 2). Dewan Kesenian Jakarta mengundang sejumlah maestro tari tradisi dari penjuru nusantara untuk berpentas di TIM. Mereka yang diudang telah menyandang gelar Maestro dari Kementrian Budaya dan Pariwisata Republik Indonesia.

Menampilkan :
Bapak Pelenjau | Maestro Tari Kanjet Lasan | Kalimantan Timur
Ibu Pedaan | Ngendau dari Suku Dayak Kenyah | Kalimantan Timur
Bapak Renon | Maestro Tari Belian Sentiu dari Kutai Barat | Kalimantan Timur
Bapak I Nyoman Catra | Maestro Tari Pajegan | Bali

D. Pemutaran Film dan Diskusi Seni Tradisi
Kineforum
11-12 Desember 2010

Pemutaran film dimaksudkan untuk memperlihatkan keberagaman bentuk seni tradisi di Indonesia, bermacam bentuk identitas, keunikan yang khas yang terangkum dalam totalitas gerak, musik, seni rupa, seni vokal, dan bahkan teatrikal.

Teater Boneka Tanpa Kata-Kata


Maria Tris Sulistyani dan Iwan Effendi mengajak kita ke dunia antah berantah lewat boneka yang penuh imajinatif. Memberikan warna lain dalam peringatan Hari Difabel Internasional yang jatuh pada tanggal 3 Desember 2010.

Pertunjukkan boneka ini berjudul “MWATHIRIKA”. Dalam bahasa Swahili—nama suku di Afrika Timur—berarti KORBAN. Digelar pada 1-3 Desember 2010 di Auditorium Lembaga Indonesia Prancis (LIP), Jl. Sagan No.3 Yogyakarta.

MWATHIRIKA adalah pertunjukan visual tanpa kata yang mengandalkan gerak tubuh boneka dengan tehnik Bunraku dan Kuruma Ningyo.

Menurut Maria, dalam tehnik ini boneka dimainkan oleh lebih dari 1 orang. Bunraku dalam MWATHIRIKA pula dibuat seukuran dengan manusia. Sementara setting panggung berupa kota imajinatif dengan bangunan surealis.

Maria bekerja sama dengan Iwan Effendi, seorang perupa dengan karya yang ilustratif mengeksplorasi teater bayangan, tata lampu dan tampilan visual gerak boneka. Pertunjukkan teater boneka ini akan diiringi oleh banyak bunyi dan musik.

Maria sendiri merupakan sutradara, penulis illustrator buku cerita anak-anak yang meraih penghargaan Empowering Women Artists 2010-2011 oleh Kelola. Ia mendirikan Papermoon Puppet Theatre.

Pertunjukkan teater boneka “Mwathirika” ini juga dipersembahkan kepada para penyandang tuna rungu.

Rabu, 01 Desember 2010

BANYAK ANAK BERMASALAH BELUM DAPATKAN HAK PENDIDIKAN

Jakarta, 15/2/2010 (Kominfo-Newsroom) Banyak di antara anak-anak

jalanan, anak yang mendekam di lembaga pemasyarakatan (lapas), dan
pekerja anak yang belum mendapatkan haknya di bidang pendidikan
dengan alasan yang beragam, mulai dari kemiskinan sampai hilangnya
minat anak karena telah dieksploitasi untuk bekerja.

Pernyataan itu dikemukakan Direktur Pembinaan Sekolah Luar
Biasa, Kemendiknas RI, Ekodjatmiko Sukarso dalam keterangannya
kepada wartawan di Ruang Sidang Talenta Direktorat PSLB Kemendiknas
RI, Jakarta Selatan, Senin (15/2).

Dengan kenyataan tersebut, menurut Ekodjatmiko, lima kementerian
telah sepakat untuk duduk bersama dalam membahas program terpadu
untuk mengatasi persoalan anak jalanan dan keberadaan rumah
singgah, lapas anak, dan pekerja anak.

Salah satu program penting adalah bagaimana caranya
mengembalikan anak jalanan dan pekerja anak ke dunia pendidikan,
katanya.

Lima kementerian itu adalah Kemendiknas, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan
dan Kementerian Hukum & HAM.

Dijelaskan bahwa prioritas dari lima kementerian untuk membantu
pendidikan anak-anak tersebut pada tahun 2010 ada 10 program, di
antaranya adalah perluasan dan peningkatan akses, penguatan data
sekolah luar biasa (SLB) dan rumah singgah (PLK).

Kemudian pembangunan infrastruktur dasar bagi Wajib Belajar
(Wajar) 9 tahun, khususnya untuk daerah terpencil, terluar, dan
daerah terkena bencana, serta penguatan pendidikan vokasi (SMK dan
Poltek).

“Berdasarkan UUD 1945 Pasal 5 ayat 1 dan UU Perlindungan Anak,
Pasal 48, tidak ada diskriminasi dalam pendidikan. Anak-anak supaya
setara dan harus masuk ke pendidikan kembali. Misalnya anak di
lembaga pemasyarakatan, meskipun dalam lapas, tapi harus tetap
bersekolah,” kata Ekodjatmiko Sukarso.

Sementara itu Direktur Pengawasan Tenaga Kerja Perempuan dan
Anak, Kemnakertrans, Nur Asiah mengatakan, banyak pekerja anak yang
tidak mau kembali ke sekolah/belajar, oleh karenanya, sejak tahun
2008 telah diluncurkan program pengurangan pekerja anak. Sasarannya
adalah keluarga yang sangat minim.

“Program pengurangan pekerja anak adalah menarik anak kembali ke
pendidikan. Sudah dilakukan sejak tahun 2008, dan akan diteruskan
pada 2010 ini. Nantinya mereka akan didampingi di shelter,
tujuannya memotivasi anak untuk belajar, katanya.

Ia menjelaskan, meskipun ditawarkan pendidikan sekolah gratis,
namun banyak anak tetap tidak mau bersekolah.

Menurutnya, setelah ditarik ke shelter, maka anak-anak akan
dinilai berdasarkan minat dan bakat. Akan diteliti apakah masih ada
kemauan untuk kembali ke pendidikan, informal, formal, atau
nonformal, katanya menambahkan.

Nur Asiah mengungkapkan, dari sejumlah 4.850 anak yang pada
tahun 2008 telah ditarik dari tempat kerjanya, sebanyak 790 anak
bisa kembali sekolah di pendidikan formal, sedangkan anak yang
ditarik ke pendidikan keterampilan sebanyak 824 orang, dan sisanya
ditarik ke paket A, B, C atau pendidikan layanan khusus.

“Meskipun demikian, program tersebut masih jauh dari harapan,
karena yang benar-benar berhasil kembali ke pendidikan hanya 500-an
anak dari sebanyak 4.850 anak itu,” jelasnya.

Untuk tada 2010, lanjut Nur Asiah, akan ditarik sebanyak 3.000
anak dari 50 kabupaten dan kota di 13 provinsi. Tiap kabupaten atau
kota akan ditarik sekitar 60 anak.

Namun nantinya mereka tidak akan dilepas. Mereka akan tetap
didampingi oleh pendamping. Anggarannya dari Kemendiknas, mereka
akan mendapat pelatihan dan pendampingan untuk membantunya mandiri,
misalnya pelatihan menjahit, mendapat peralatan dan mesin jahit,
serta membantu memasarkan pekerjaannya,” kata Nur Asiah.

Leak Bakal Temani Martin Jankowski Sastrawan dari Jerman

Solo - Penerbit Waktoe bekerja sama dengan Goethe Institut Jakarta akan menampilkan Martin Jankowski (Sastrawan Jerman) untuk hadir di beberapa kota di Indonesia, berdiskusi sambil meluncurkan buku terbarunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Rabet: Runtuhnya Jerman Timur.

Dalam penampilannya di Auditorium FBS Universitas Negeri Surabaya (Selasa, 30 November 2010) dan di Auditorium, Universitas Muhammadiyah Surabaya (Selasa, 30 November 2010) serta di Dunia Tera Jl. Balaputradewa, Borobudur Magelang (Minggu, 12 Desember 2010), secara khusus Martin akan di temani oleh Sosiawan Leak (Sastrawan/Dramawan Solo) & Dorothea Rosa Herliany (Sastrawan Magelang) yang masing-masing bertindak sebagai narasumber diskusi di samping sebagai performer dalam acara itu.

Sebelumnya, program yang sama juga telah digelar di Banda Aceh (15 November 2010), Bandung (23 November 2010), Jakarta (24 November 2010). Usai dari Surabaya acara semacam itu juga akan digelar di Biak, Papua (4 Desember 2010), Denpasar, Bali (10 Desember 2010) dan Magelang (12 Desember 2010).

Buku roman karya Martin Jankowski sendiri bercerita dari perspektif seorang pemuda Jerman Timur yang mengalami kejadian dan suasana di tahun 1989, pada saat-saat terakhir keberadaan Republik Demokrasi Jerman. Secara tidak sengaja dan demi mencari kehidupan karir untuk terlepas dari “jeruji” masyarakat sosialis, pemeran utama (Benjamin Grasmann) terlibat pusaran kejadian pada saat-saat terakhir negara Jerman Timur. Tokoh inilah yang melibatkan pembaca ke dalam “revolusi damai” yang telah melenyapkan pemerintah negara Jerman Timur.

“Ibu Bumi” Keinginan dan Tekad Merubah Keadaan

Solo – Bima resah melihat kondisi Negara Astina yang mulai dipenuhi dengan kekacauan. Korupsi, kekerasan dan segala bentuk carut marut terjadi di negeri tersebut. Dari situ Bima mencoba membuka lahan dan ingin mendirikan Negara baru yang bebas dari segala kesemrawutan yang ada.

Namun upaya Bima tersebut mendapatkan jegalan dari sang patih Astina yang licik, yakni Sengkuni. Dengan segala cara, ia mencoba menggagalkan upaya Bima. Mulai dari menghasut para binatang untuk menyerang Bima hingga mendatangkan roh-roh untuk mencobai Bima.

Tekad kuat Bima disertai dengan dorongan dan restu sang bunda Dewi Kunthi ternyata mampu mematahkan segala upaya licik Sengkuni. Alhasil Negara Amarta yang bebas dari korupsi, kekerasan dan kesemrawutan pun berdiri.

Penggalan cerita diatas merupakan garapan dari cerita Mahabharata dengan lakon “Babad Alas Wanamarta” yang dimainkan oleh Agung Kusumo Widagdo, dkk dalam Temu Koreografer 2010. Sebuah repertoar karya Agung Kusumo Widagdo bersama composer Dedek Wahyudi di beri tajuk “Ibu Bumi”.

Menurut Agung Kusumo Widagdo, repertoar yang khusus digarap untuk Temu Koreografer 2010 tersebut adalah tafsir bebas tentang penggambaran cita-cita luhur untuk sesuatu yang lebih baik. “Sesuai dengan tema, kami juga berangkat tradisi. Kisah Babad Alas Wanamarta ini sangat kontekstual dengan kondisi saat ini. Lalu Bima sebagai tokoh utama adalah secerca asa untuk merubah segala kesemrawutan,” papar Agung.

“Ibu Bumi” disini juga menggambarkan betapa hebatnya Dewi Kunthi ibunda Bima yang dengan luar biasa terus memberikan dukungan dan doa restu kepada Bima, lanjutnya.

Dalam repertoarnya, Agung banyak menggunakan gerakan tradisi yang ia olah dengan gaya dan style yang ia miliki. “Tentu saja yang tadi dimainkan adalah tradisi yang sudah dikembangkan. Namun unsur tradisi masih cukup kentara di dalamnya,” lanjutnya lagi.

Sementara itu Dedek Wahyudi, composer musik mengatakan dalam repertoar bertajuk “Ibu Bumi” ia juga berangkat dari tradisi yakni gamelan. Namun dalam prakteknya ia mengkombinasikan dengan musik keroncong. “Ini irama gamelan yang dimainkan keroncong. Di sisi lain ada beberapa tambahan alat musik lain seperti gitar, bass, dan juga saxophone,” pungkasnya.

Wayang Digunakan Para Wali Sanga Sebagai Media Da’wah

Solo – Wayang mulai berkembang semenjak pada jaman kerajaan Demak digunakan sebagai media Da’wah Islam oleh para Wali Sanga. Hal tersebut diungkapkan Dr. Suyanto, S.Kar, MA salah seorang pembicara dalam Diskusi Wayang, Islam dan Jawa di Balai Soedjatmoko, Sabtu, (27/11).

Menurutnya wayang yang merupakan bagian dari kebudayaan Jawa sudah barang tentu selalu dekat dengan masyarakat Jawa. Lewat media inilah para Wali Sanga kala itu cukup mudah menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. “Wayang memiliki aspek pendekatan yang luar biasa, baik deri segi psykologi, sejarah, pedagogi, politik, bahkan ekonomi. Dengan menggunakan wayang sebagai media, maka Da’wah Islam dapat dilakukan dengan mudah. Ini kemudian menjadikan cerita wayang semakin berkembang,” paparnya.

Sebenarnya tidak banyak data yang bisa mengungkapkan secara jelas bagaimana wayang diciptakan oleh para wali dan terkandung pendidikan Islam. Namun yang terjadi proses akulturasi terus terjadi antara Islam itu sendiri dengan kebudayaan wayang yang sudah berkembang di masyarakat Jawa, lanjutnya.

Namun Suyanto menekankan bahwa wayang adalah sebuah media dimana didalamnya terdapat pesan-pesan budaya Jawa serta nilai-nilai filsafati sebagai pandangan hidup, moral kepemimpinan, pendidikan dan religi.

Sementara itu dalam makalahnya Abdullah Faishol dosen STAIN Surakarta yang juga menjadi pembicaramenyebutkan, Islam adalah agama yang memiliki nilai-nilai Universal dengan pandangan hidup mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti dari seluruh ajaran Islam.

Village Film Festival 2010 : Lebih dari Film

Minggu sore yang dingin di Desa Jatisura, Jatiwangi, Majalengka, karena sejak siang terus hujan. Warga desa berkumpul mencari kehangatan melalui obrolan dan pertemuan intim di galeri Jatiwangi Art Factory (JAF). Pada kesempatan itu, warga desa tak hanya bertemu dengan warga desa lain untuk bercengkrama, berbagi ceria seperti biasanya.

Sudah ada panggung yang sewaktu-waktu dapat melantunkan lagu-lagu, sudah ada banyak kain terpasang bertuliskan Village Film Festival (VFF), International Videomaker Residence and Film Festival, dan 4 Videomaker yang tak sabar melakukan presentasi di pembukaan VFF 2010 pada Minggu [14/11/10].

VFF adalah festival film residensi yang digulirkan oleh Sunday Screen bersama

komunitas seni JAF. Festival film ini melibatkan beberapa videomaker yang akan tinggal di desa selama 2 minggu, bekerja bersama warga desa, dan membuat karya audio-visual berupa Video Partisipatif. Video partisipatif merupakan bentuk media partisipatif dimana kelompok atau komunitas menciptakan film mereka sendiri. Ide di baliknya adalah bahwa membuat video itu mudah dan dapat diakses oleh siapa saja, suatu cara yang baik untuk membawa orang bersama-sama menggali isu-isu, menyuarakan bermacam masalah, atau

hanya untuk menjadi kreatif dan berbagi cerita. Video partisipatif memungkinkan sebuah kelompok atau masyarakat mengambil tindakan sendiri dalam memecahkan masalah mereka dan untuk mengkomunikasikan kebutuhan mereka.

Untuk kedua kalinya VFF diselenggarakan kembali di Kecamatan Jatiwangi. Lima Desa menjadi motor bagi desa lain setelah sebelumnya, mereka membuat iklan layanan masyarakat (ILM) yang mengangkat isu penting di desanya masing-masing. Lima Desa tersebut adalah Jatisura, Loji, Burujul Wetan, Leuweunggede, dan Sutawangi. Gelak tawa terdengar saat warga desa menonton ILM yang kebanyakan melibatkan warga desa mereka masing-masing, setelah sebelumnya 4 videomaker partisipasi melakukan presentasi. Lucu memang.

Kemampuan akting warga desa yang polos dan apa adanya dalam film ILM membuat Teresa Birks (Inggris), Joacelio Batista (Brazil), Alfie Chen (Taiwan), Yupica Gaiano (Jepang), ikut tersenyum. Keempatnya adalah videomaker yang akan melakukan kerja bersama dengan warga desa. Warga desa yang telah mampu menyuarakan masalah, mengolah isu, dan mendokumentasikannya melalui video.

Dengan kehadiran 4 videomaker dengan latar belakang berbeda-beda, yang masing- masingnya khas, sentuhan feminis Yupica (Yukkun), gerakan gerilya Alfie, ‘Magic’ Joacelio, dan pendekatan sosiologi Teresa, dapat menjadi alat yang sangat efektif bagi warga desa, dan membantu mereka untuk mengimplementasikan bentuk-bentuk mereka sendiri yang berbasis pada kebutuhan lokal. Warga desa dapat lebih eksploratif menjelajah dunia, lebih dari sekedar film. []

* Videomaker, aktif dalam komunitas Sunday Screen Bandung

Followers

  • Jelajah Indonesia
  •